Senin, 21 Desember 2009

Bekerja Ihlas, Bukan Untuk Memeras

Syahdan, tersebutlah ada sebuah pohon besar di ujung desa yang selalu menjadi sesembahan penduduk. Mereka percaya pohon itu bertuah, sanggup memberikan berkah dan rizki kepada siapapun yang rajin mengirim sesaji. di antara penduduk, ada seorang pemuda soleh yang menganggap perbuatan itu syirik karena menduakan Tuhan. Ia memberi tahu penduduk, bahwa hanya Allah yang wajib disembah. Allah yang menciptakan alam semesta, memelihara, dan kelak menghancurkannya. Dalam proses pemeliharaan itu, semua rizki datang dari Allah, bukan dari benda-benda.

Tak seorang penduduk mendengar peringatannya, bahkan masjid yang biasanya penuh jamaah menjadi sepi kehilangan ummat. Pemuda itu segera mendatangi pohon itu dengan maksud menebangnya. Namun sebelum niatnya terlaksana, sang pemuda dihadang oleh sosok kakek perkasa dan menyeramkan yang melindungi pohon itu dari ancaman kapaknya. Terjadilah pertengkaran yang berlanjut dengan perkelahian. Sesuatu yang mustahil terjadi, pemuda itu sanggup mengalahkan sosok kuat itu. Namun sebelum sang pemuda mengakhiri hidup makhluk itu, ada tawaran perdamaian.

"Bagaimana jika pohon ini dibiarkan tegak, dan setiap pagi saat bangun tidurmu kuberikan padamu sekeping besar emas."

Ringkas cerita sang pemuda menerima tawaran menarik itu. Win-win solution. Maka ia meninggalkan pohon yang tetap kokoh berdiri serupa raksasa. Penduduk tetap mengalir 'berziarah' dengan membawa berbagai sesaji. Mereka minta kepada pohon itu untuk diberikan kekayaan, pangkat, jodoh dan umur panjang ... .

Benar! Begitu kokok ayam jantan dan azan subuh berkumandang, di bawah bantal si pemuda terdapat kepingan emas yang berkilau. Sang pemuda tersenyum dan melanjutkan kegiatan harian seperti biasa. Hari itu ia bertambah kekakayaan, sesuatu yang tak pernah didapatnya pada hari-hari kemarin.

Keesokan harinya ia mendapat kiriman emas lagi, demikian juga pada hari ketiga. Tetapi, tiba pagi keempat, di bawah bantalnya tak ditemukan apa pun. Ia meraba-raba berulang kali, hasilnya nihil. Seketika marahlah sang pemuda. wah, kakek itu telah ingkar janji, pikirnya geram.

Sang pemuda tak sabar segera menemuinya untuk menagih janji. Makhluk penguasa pohon itu hanya terkekeh, bahwa sudah dibatalkan secara sepihak penghentian kiriman upeti emas itu. Tentu saja sang pemuda naik darah. Tak dapat dielakkan lagi, mereka berkelahi dengan nafsu berapi-api.

Apa yang terjadi? Sang pemuda keok dalam waktu singkat. Tenaganya tak cukup mampu mengalahkan kakek menyeramkan itu. AKhirnya pemuda itu menyerah dan pulang dengan murung.

Pembaca yang budiman, pelajaran apa yang dapat dipetik dari kisah diatas? Setiap kita boleh menafsirkan, boleh mempersepsikan, boleh mengambil intisari cerita dari sudut pandang yang berbeda.

Pemuda itu mewakili kata hati yang suci, bahwa kita harus bekerja dengan tulus ihlas, melaksanakan Sunnatullah dan mengharapkan ridho Allah SWT. Sedangkan kakek itu mewakili nafsu yang terus menghembuskan dan mengajak manusia untuk selalu menjauhi perintah Allah.

Ketika kita ihlas, Allah akan memberikan kemudahan jalan dan kemenangan. Tetapi ketika kita mengharapkan imbal jasa untuk kepentingan pribadi, akan seperti halnya pemuda di akhir cerita, kalah dan terhina.

Jadi, bekerjalah dengan ihlas, bukan bekerja untuk memeras.

Sumber cerita : Merjan-Merjan Jiwa (Kurnia Effendi), hal. 188 s.d 190

1 komentar: